Kali ini Mas Wildan Baihani, seorang praktisi, pemerhati dan pelestari tosan aji, menjadi tamu untuk berdiskusi dan belajar bersama untuk menggali makna atau ajaran budi pekerti luhur yang diajarkan oleh sebilah keris.

Keris yang coba akan digali makna dan filosofinya adalah keris dapur Kidang Soka dengan pamor Banyu Mili. Kidang atau kijang adalah hewan yang melambangkan keceriaan dan suka cita. Dalam benak kita ketika membayangkan kidang atau kijang, kita mungkin akan membayangkan dia melompat kesana kemari, berlarian di padang rumput yang hijau. Sementara Soka membawa makna duka, derita atau kesedihan. Jadi kidang dan soka memiliki makna yang saling berlawanan, suka dan duka.

Kidang Soka dapat dimaknai sebagai dinamika kehidupan, yang isinya adalah dualitas suka dan duka. Setiap manusia, siapapun orangnya, apapun peran yang diembannya, di manapun dia berada, dari mana pun asalnya… isi hidupnya adalah sama : yaitu suka dan duka. Menurut Ki Ageng Suryamentaram, hidup itu isinya cuma senang sebentar lalu susah sebentar, senang lagi lalu susah lagi… suka dan duka yang senantiasa datang dan pergi silih berganti. Begitu terus sampai peran kita habis di dunia ini.

Banyu Mili memiliki arti air yang mengalir. Pamor banyu mili mengajarkan kepada kita untuk mengalir seperti air. Jalani saja hidup dan peran kita dengan senantiasa menciptakan manfaat semampu kita. Karena air merupakan simbol kehidupan. Air, dimanapun berada, selalu menjadi manfaat. Air juga sangat adaptif. Air selalu mengikuti bentuk tempat yang menampungnya tau mewadahinya. Ketika air dimasukkan ke dalam gelas, maka bentuknya akan mengikuti bentuk gelas. Demikian juga di tempat lainnya.

Pamor banyu mili juga sering dimakinai sebagai representasi dari doa akan permohonan rejeki yang senantiasa mengalir seperti air. Selalu ada, banyak atau sedikit adalah relative. Namun yang dimohonkan adalah senantiasa ada.