Karomah Dan Kesaktian Mbah Nur Durya
Kusno Hadiyanto Kusno Hadiyanto
20.3K subscribers
43,967 views
582

 Published On Aug 25, 2020

Karomah Dan Kesaktian Mbah Nur Durya

Berikut adalah beberapa karomah Mbah Nur Walangsanga yang disaksikan oleh banyak pelaku sejarah:
a. Perhatian Kepada Santrinya Meski Sudah Wafat
Salah seorang santri Mbah Nur berasal dari Desa Kangkung Mranggen Jawa Tengah bernama Abdul Muid Elco yang sangat ta'dzim dan patuh terhadap dawuh-dawuh Mbah Nur. Kini setelah sang guru wafat beliau KH. Abdul Muid setiap tahun pasti ke Walangsanga untuk menghadiri haul gurunya itu.
Sekitar tahun 2011 silam, ketika KH. Abdul Muid selesai berzirah dan ingin pulang tiba-tiba mobilnya macet tak bisa jalan. Diperbaiki sampai jam 3 malam tetap tidak bisa nyala mobilnya. Kemudian KH. Abdul Muid memutuskan untuk bermalam di makam Mbah Nur.
Paginya aneh bin ajaib, tanpa diapa-apakan mobil itu bisa menyala sendiri. Usut punya usut ketika KH. Abdul Muid berkendara sampai di Pemalang kota, diketahui ternyata tadi malam ada bencana banjir besar. Bahkan air banjir bandang tersebut kata warga sampai berwarna hitam. Jembatan Comal saat itu pun putus karena kejadian banjir bandang.
b. Pisang Ajaib Mbah Nur
Kisah lainnya saat Mbah Nur masih hidup, dua orang santri Mbah Nur Kiai Bardi dan KH. Abdul Muid ingin sowan kepada gurunya itu. Namun mereka tidak punya ongkos untuk pergi ke kediaman sang guru. Yang mereka punyai hanyalah buah pisang yang masih di pohon. Lalu buah pisang itu dijualnya untuk bekal modal perjalanan berangkat sowan.
Singkat cerita mereka pun sampai di kediaman Mbah Nur yang berada persis di bibir sungai, lalu disuguhi hidangan pisang oleh gurunya tersebut. Seketika mereka dibuat kaget. Karena pisang yang disuguhkan itu sama persis dengan pisang yang baru mereka jual sebelum berangkat sowan.
c. Air Hujan Tak Berani Menyentuh Mbah Nur
Kejadian ini terjadi saat Mbah Nur berangkat ke Bendakerep Cirebon untuk mengaji kepada Kiai Kaukab. Dengan ditemani menantunya, Kiai Musthafa, tiba-tiba di tengah perjalanan hujan deras. Lalu Mbah Nur berkata kepada Musthafa, "Peganglah tanganku!."
Dan selama itu keduanya tidak setetes pun terkena air hujan.
d. Banjir Tak Berani Menyentuh Rumah Mbah Nur
Kediaman Mbah Nur mulanya berada di Blok Mushalla al-Awwabin. Namun karena alasan khalwat, menyepi atau riyadhah, beliau memilih tinggal di Blok Manggis Genting Kel. Walangsanga Kec. Moga Pemalang yang masih sepi dari penduduk karena letaknya persis di tengah sawah.
Selain itu kediaman Mbah Nur yang baru memang tidak wajar untuk keumuman manusia. Karena terletak di bawah dasar sampir persis di bibir sungai. Bahkan rumah beliau dengan sugai seakan tidak ada jarak, menyatu dengan sungai. Rumahnya terbuat dari bambu. Kesederhaan itulah yang justeru membuat Mbah Nur semakin kharismatik di mata masyarakat.
Suatu ketika sungai itu banjir besar. Airnya meluap-meluap. Namun seakan tak berani menyentuh apalagi merendam rumah Mbah Nur. Ajaibnya air sungai yang meluap itu nampak mengalir miring karena menghindari rumah Mbah Nur. Sebesar apapun banjir yang datang pasti airnya miring dan tidak sampai menggenangi ataupun menyentuh pintu bilik rumah Mbah Nur. Kejadian ini terjadi diantaranya saat Mbah Nur meninggal dunia.
e. Mampu Melihat Kejadian yang Akan Terjadi
Alkisah, suatu ketika pada tahun 1974, Haji Samsuddin dan istrinya yang berasal dari daerah Tegal hendak melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Semua syarat dan berbagai macamnya sudah terpenuhi, tinggal menunggu keberangkatan. Sambil menunggu keberangkatan, mereka sowan ke kediaman Mbah Nur untuk meminta doa dan berkah agar perjalanan haji mereka dilancarkan.
"Mohon doa restu, Kiai. Tahun ini kami insyaAllah akan melaksanakan ibadah haji. Doakan kami semoga lancar dan selamat," kata H. Samsuddin.
"Mau haji? Haji Singapura?" ucap sang kiai tanpa ekspresi sedikit pun.
Singkat cerita H. Samsuddin dan keluarganya lalu pamit pulang. Perkataan sang kiai menjadi teka-teki di dalam benaknya.
Di belakang hari kemudian teka-teki dari perkataan Mbah Nur terjawab. Saat jadual keberangkatan, H. Samsuddin dan istrinya harus membatalkan rencana pergi hajinya tahun itu walau mereka telah berada di embarkasi di Jakarta. Baru, pada tahun-tahun setelahnya mereka bisa menunaikan ibadah hajinya.
Jawaban "Haji Singapura" dari Mbah Nur terbukti, kalau sang tamu tak bisa menunaikan ibadah haji pada tahun itu, seakan Mbah Nur telah mengetahui peristiwa yang sebenarnya belum terjadi, weruh sadurunge winarah tadi.
Kisah lain terjadi pada Nyai Nurmi, salah seorang istri Mbah Nur, saat hendak pergi berhaji. Ia pamit minta ijin dan doa dari sang suami. Lalu Mbah Nur hanya berkata, "Silakan kamu pergi berhaji, tapi kamu tidak akan pulang lagi ke Walangsanga. Nanti kita ketemu di Mekkah sana."
Singkat cerita Nyai Nurmi pun sampai di Mekkah. Dan betul di sana ia bertemu secara nyata dengan Mbah Nur suaminya yang tidak turut berhaji. Selang beberapa waktu Nyai Nurmi pun meninggal dunia di Mekkah al-Mukarromah. Betul-betul terjadi perkataan Mbah Nur, "Kamu tidak akan pulang lagi ke Walangsanga".
#karomah #mbahnurdurya #walangsangamoga

show more

Share/Embed