Sejak beberapa tahun terakhir, hoaks menjadi momok bagi harmoni kehidupan bermasyarakat kita. Hoaks menyebar begitu masif melalui media sosial, bahkan hingga ke level yang sangat privat. Barangkali di antara kita sering mendengar kasus, hanya karena hoaks, grup WhatsApp keluarga menjadi riuh dan menimbulkan konflik antaranggota keluarga. Sebegitu merusaknya hoaks hingga dapat menyebabkan korban jiwa.

Hoaks di masa pandemi, misalnya. Karena menganggap Covid-19 adalah rekayasa pihak- pihak tertentu, sebagian masyarakat mengabaikan bahaya dari virus ini. Hoaks yang menyebar berdampak pada abainya berbagai elemen masyarakat terhadap protokol kesehatan yang kelak mengakibatkan peningkatan kasus positif Covid-19 dan kematian di Indonesia.

Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut sepanjang Maret 2020 hingga 26 Januari 2021 ada 1.387 hoaks selama pademi Covid-19 di Indonesia (Liputan6.com, 27/01/2021).

Mengapa hoaks dapat menyebar begitu masif? Apa faktor yang mempengaruhi orang mudah percaya hoaks jika dilihat dari aspek psikologis? Sejauh mana teknologi digital berandil dalam pesebaran hoaks? Usaha apa yang bisa dilakukan untuk menangkal penyebarannya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menjadi gagasan inti diskusi ini.

Narasumber:
Winda Azri (Pegiat Media Komunitas Speaker Kampung, Lombok Timur)

Penanggap:
Heru Tjatur (Praktisi Teknologi Informasi; Dewan Penasihat ICT Watch)
dr. Gina Anindyajati, Sp.KJ (Community Mental Health Practitioner)

Moderator:
Dini Zakia (Combine Resource Institution)

#JagonganMelekDigital #JMDCRI2021 #jagadatapribadimu

======
Website: www.combine.or.id
Twitter:   / combineri  
Instagram:   / combine_ri  
Facebook:   / combineresou.  .
Surel: [email protected]