Pengajian Rutinan Malam Rabu PONPES HASYIM ASY'ARI Demuk Pucanglaban PART 3
Beni Gallery Beni Gallery
50K subscribers
74 views
0

 Published On Jun 16, 2024

Dalam Video Part 3 kontennya adalah kajian Kitab Kuning yang disampaikan oleh Al-Ustadz Imron Rosadi. Mungkin bagi orang awam (tidak pernah belajar di pesantren) ada yang penasaran tentang Kitab Kuning...untuk itu admin berusaha sedikit menceritakan tentang apa itu kitab kuning yang sumbernya admin ambil dari laman website KEMENAG RI :

Kitab kuning adalah istilah yang sangat khas pesantren di Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren telah didefinisikan bahwa kitab kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren.

Sebagai sistem pengetahuan di pesantren, eksistensi kitab kuning sudah ada sejak abad 1-2 Hijriyah yang kemudian berkembang hingga sekarang. Tradisi literasi keislaman ini mampu tetap bertahan sebab ia memiliki khazanah keilmuan yang sangat luas.

Selama ini kitab kuning berkaitan erat dengan pendidikan pesantren karena pesantren merupakan pendidikan keislaman yang di situ harus ada sumber dan rujukan yang otoritatif, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Sumber otoritatif ini kemudian dielaborasi lagi secara lebih dalam, luas, dan spesifik, sehingga menghasilkan karya yang disebut kitab kuning. Dengan kata lain, kitab kuning juga bisa disebut hasil karya dari ijtihad para ulama dalam berbagai macam bidang keilmuan.

Macam Kitab Kuning
Kitab kuning memiliki banyak bidang keilmuan yang bermacam-macam, seperti tafsir, hadis, fikih, sejarah, dan lain sebagainya. Dalam bidang fikih saja sangat luas macamnya, misalnya ada fikih umum, fikih ibadah, fikih perkawinan, fikih perdagangan (mu’amalah), fikih perbandingan madzhab, fikih kontemporer, fikih lingkungan hidup, fikih perempuan, fikih politik, dan lain-lain. Selain itu, ada juga macam kitab kuning yang menggunakan model syarakh (penjelasan) sebagai teknik penulisannya.

Selanjutnya, untuk memahami berbagai bidang ilmu-ilmu tadi, tentu membutuhkan ‘alat’, maka pesantren mengajarkan kitab kuning yang berisi gramatika dan sintaksis bahasa Arab yang disebut ilmu Nahwu dan Sharaf. Itu saja belum belum cukup, maka harus ditunjang dengan ilmu sastra Arab (balaghah) dan logika (mantiq). Ilmu logika di sini penting untuk memahami bagaimana sebuah kalimat itu memiliki makna, lalu bagaimana teknik mengambil kesimpulan dari suatu masalah.

Sebagaimana disebut dalam UU Pesatren, kitab kuning pada umumnya memang berbahasa Arab. Adapun kitab kuning selain bahasa Arab, misalnya, di pesantren dikenal dengan “pegon”, yaitu tulisan Arab yang isinya mengandung bahasa Jawa, Sunda, Melayu, dan bahasa lokal lainnya.

Mengapa Kitab “Kuning”?

Sebutan kitab “kuning” awalnya memang karena pada zaman dahulu kitab itu banyak dicetak di atas kertas-kertas yang berwarna kuning, dan bentuknya khurasan. Dalam 1 khurasan biasanya terdapat 4 halaman yang ukurannya selebar kertas folio. Dalam perkembangan zaman seperti sekarang, penyebutan kitab kuning juga dapat merujuk pada kitab yang menggunakan kertas putih.

Sehingga, walaupun kitab kuning sudah dicetak dengan teknik cetakan modern, akan tetapi pengertian itu tidak hilang karena kita memahami substansinya, bukan bungkusnya. Jadi, nama kitab kuning itu lebih mengacu pada bungkus, tapi walaupun bungkusnya sudah berubah namanya tetap ada karena substansinya tidak berubah.

Keunikan Kitab Kuning

Tradisi keilmuan pesantren berbasis kitab kuning memang unik. Setidaknya ada tiga hal yang mendasari keunikan tersebut. Pertama, tradisi kitab kuning dapat menjamin adanya pembelajaran yang berurutan, berjenjang, dan tuntas. Biasanya, ketika santri mempelajari satu kitab dasar sudah khatam, baru kemudian beranjak ke kitab lainnya yang levelnya lebih tinggi. Jadi, kitab itu seperti tangga, jika hendak melangkah ke tangga kedua, maka tangga pertama harus sudah selesai dilewati.

Tradisi pembelajaran kitab kuning yang ada urutan dan jenjangnya itu ada di semua bidang ilmu, misalnya dalam ilmu Nahwu yang pertama dipelajari biasanya kitab Jurumiyah, yang kedua ‘Imriti atau pun syarahnya, kemudian dapat beranjak ke kitab Alfiyah. Kalau bidang ilmu Fikih, misalnya diawali dengan belajar kitab Safinah, kemudain ada kitab Taqrib/Fathul Qarib, Fathul Mu’in, dan seterusnya.

Kedua, kitab kuning menjamin keilmuan Islam itu bersanad, yaitu memiliki mata rantai yang jelas dan bersambung hingga Rasulullah Saw. Termasuk juga memiliki klasifikasi bahkan afiliasi yang jelas, misalnya kalau ada santri belajar kitab Safinah, maka itu termasuk kategori kitab Syafi’iyyah (mazhab Imam Syafi’i).

Source : website KEMENAG RI

show more

Share/Embed