Penampakan Batu Pasujudan Sunan Bonang |
KANAL MATAAIR KANAL MATAAIR
57K subscribers
2,091 views
0

 Published On Apr 5, 2023

Penampakan Batu Pasujudan Sunan Bonang | ‪@kanalmataair‬

@kanalmataair - Batu petilasan Pasujudan Sunang Bonang yang berada di puncak bukit Bonang menjadi daya tarik tersendiri untuk dijelajahi dan dipelajari. Kanal MataAir berkesempatan menjelajah tempat dan benda berserah tersebut (25/1/2023).

Batu petilasan Pasujudan Sunang Bonang berjumlah empat buah batu. Dua batu berukuran kecil yang merupakan simbol persaksian dua santri Sunan Bonang saat melakukan ibadah. Satu lempeng batu berukuran besar digunakan Sunan Bonang untuk menunaikan ibadah salat.

Setelah salat, Sunan Bonang kemudian melakukan ‘riyadlah’ (latihan atau melatih diri menyucikan jiwa) dengan berdiri di atas batu yang berukuran sedang.

Sunan Bonang ketika melakukan ‘riyadlah’ dengan cara berdiri menggunakan satu kaki kiri berpijak di atas batu, sedangakan kaki kanan diangkat.

Selain petilasan Pasujudan Sunan Bonang, di atas bukit Bonang juga terdapat sebuah makam seorang putri, yaitu Putri Campa.

Menurut sejumlah riwayat, Putri Campa adalah murid dari Sunan Bonang. Bernama asli Bie Nang Tie. Berasal dari daerah Campa, salah satu wilayah di negara Kamboja. Namun sekarang Campa sudah masuk dalam kedaulatan negara Vietnam.

Putri Campa merupakan anak dari seorang laksamana laut dari negeri Champa yang kebetulan ikut dalam rombongan kapal dan mendarat di Teluk Regol Bonang.

Adanya hubungan baik antara laksamana laut dengan Adipati Lasem kala itu, Pangeran Badranala, sang putri Bie Nang Tie akhirnya dipersunting menjadi isteri sang adipati. Lalu namanya berubah menjadi Winarti Kumudawardhani.

Hingga akhirnya, Winarti Kumudawardhani memilih menjadi ‘bikhuni’ dan menetap di daerah Lasem bagian selatan. Winarti Kumudhawardani meninggal dunia di usia 56 tahun. Abu jasadnya dikubur di puncak bukit Bonang dan diberi nisan layaknya orang Islam. Lalu, oleh para keturunannya, tempat penguburan abu itu dinamakan Putri Campa.

Namun riwayat lain mengisahkan bahwa Putri Campa memiliki nama asli Dewi Kasyifah, yang semasa kecilnya menuntut ilmu sampai ke negeri Campa.

Di Negeri Campa, Kasyifah menjadi anak angkat seorang warga Tionghoa, kemudian berganti nama menjadi Dewi Indrawati.

Oleh orang Tionghoa tersebut, Dewi Indrawati dihadiahkan kepada Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V, dengan syarat bangsa China tetap diperbolehkan tinggal di tanah Jawa dan dijaga keselamatannya.

Karena Prabu Brawijaya V sangat tertarik dengan kecantikan Dewi Indrawati, syarat tersebut akhirnya langsung dipenuhi.

Dari hasil perkawinan Prabu Brawijaya V dengan Dewi Indrawati, lahirlah Raden Patah yang nantinya akan menjadi sebagai sultan di Kerajaan Demak Bintoro. Raden Patah sendiri ditetapkan menjadi pemimpin Kerajaan Demak Bintoro oleh para wali pada abad ke-15.

*diambil dari berbagai sumber

‪@kanalmataair‬

show more

Share/Embed