suku dayak indramayu vs polisi
VIRAL BOIS EXPERIMENT VIRAL BOIS EXPERIMENT
20.9K subscribers
8,841,672 views
0

 Published On Nov 23, 2013

Jangan Lupa Subscribe Dan Like Share 🆗

Berawal dari argumen yg memuncak, Dayak indramayu sedang beradu Argumen dengan bapak Polisi

suscribe dan share ,

sumber wilkipedia =
Kelompok masyarakat ini telah menunjukan eksistensinya sejak akhir tahun 90-an kepada masyarakat luas. Mereka membangun komunitas dengan berpegang teguh pada spiritualitas sebagai dasar pembentukan ajarannya. Tidak jarang pula mereka menyebut kepercayaannya sebagai agama Jawa. Melalui kepercayaan ini, mereka melakukan penggalian kembali kepercayaan dan nilai-nilai spiritualitas masyarakat Jawa masa lalu, terutama pada masa prapatrimonial[2]. Mereka berpikir bahwa agama-agama besar yang ada saat ini, termasuk agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia, telah terkontaminasi kepentingan-kepentingan individu yang sarat dengan keserakahan. Hal inilah yang menyebabkan kelompok kepercayaan ini menggali kembali nilai-nilai budaya masyarakat Jawa dan membangun ulang nilai-nilai komunal.[3]

Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu tidak memiliki kaitan dengan Suku Dayak asli Kalimantan. Penamaan komunitas mereka yang panjang pun bukan tanpa alasan. Kata “Suku” diartikan sebagai kaki yang membantu manusia untuk berjalan ke tujuannya masing-masing sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya sendiri; “Dayak” berasal dari kata “ayak” atau “ngayak” yang berarti menyaring atau memilah. Maksud dari kata tersebut adalah manusia harus bisa memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang benar. Sementara itu, “Hindu” memiliki arti bahwa setiap manusia dilahirkan dari rahim seorang ibu (perempuan); kata “Budha” berasal dari kata “wuda” yang berarti telanjang. Seluruh manusia menurut kepercayaan mereka diartikan sebagai makhluk yang terlahir telanjang. Adapun kata “Indramayu”, mengandung pengertian “In” berarti ‘inti’; “Darma” artinya orang tua, dan “Ayu” bermakna perempuan. Makna filosofisnya adalah bahwa ibu (perempuan) merupakan sumber hidup, karena dari rahimnya lah semua manusia dilahirkan. Itulah sebabnya, menghormati kaum perempuan sangat dijunjung tinggi oleh komunitas kepercayaan ini. Hal itu tercermin dalam berbagai aktivitas keseharian mereka.[4]

Kelompok tersebut dianalogikan sebagai sekumpulan manusia terpilih karena tidak semua orang dapat menjalankan peraturan seperti yang telah disyaratkan oleh komunitas tersebut. Selain itu, makna “Hindu Budha” dalam pemahaman komunitas ini diartikan sebagai jiwa dan raga. Mereka yang tergabung diandaikan sebagai manusia yang baru saja dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan telanjang. Mereka yang telah menjadi Bodhisatvva sebagai wujud menyatunya diri mereka dengan makrokosmos, akan menanggalkan pakaian ala kehidupan era modern yang marak terjadi saat ini.[5] Anggota kelompok komunitas ini akan telanjang dengan hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam-putih. Warna tersebut merupakan simbol dari kehidupan yang saling berpasangan. Selain itu, mereka juga akan mengenakan aksesoris terbuat dari kayu dan bambu sebagai bentuk kedekatan mereka dengan alam. Kemana pun anggota kelompok komunitas ini pergi, mereka akan selalu mengenakan pakaian dan aksesoris tersbut. Cara berpakaian yang demikian kemudian masyarakat “modern” sering memandang mereka sebagai kelompok orang gila.

Pendirian komunitas itu sendiri bebas dari campur tangan pemerintah. Adalah seorang Ta'mad yang memulai pembentukan komunitas ini dengan mendirikan sebuah padepokan yang bernama Padepokan Nyi Ratu Kembar di Desa Karimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tanah tempat dibangunnya padepokan tersebut sendiri adalah warisan dari mertua Ta'mad. Sejak perenungannya berhasil melahirkan sebuah 'aliran kepercayaan' baru, pengikutnya menjadi semakin banyak dan terbentuknya kelompok masyarakat Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu.[6]

Kelompok Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu melakukan ritual bernama “kum-kum” atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan rendaman. Ritual ini mereka lakukan untuk melatih kesabaran. Kum-kum sendiri mereka lakukan selama empat bulan dalam satu tahun tepatnya setiap pukul 23.00. Sebelum kum-kum, mereka biasanya melakukan kidung terlebih dahulu. Setelahnya, mereka akan berjalan ke sungai kecil di dekat perkampungan mereka untuk merendam diri hingga pagi hari tiba. Selama berendam, mereka tidak diperbolehkan memakai pakaian atas. Selain itu, mereka harus mampu menahan dinginnya udara malam dan air sungai berikut gigitan ikan kecil-kecil yang hidup di sungai. Hal itu memang tidak mudah untuk dilakukan; perlu pembiasaan mengingat tujuan utama dari ritual ini adalah untuk melatih kesabaran.[1]

show more

Share/Embed