Surat Seorang Frater - Untuk Mantan - Siap Baper | Lee Risar
Miracle Presents Miracle Presents
145K subscribers
128,142 views
3.7K

 Published On Premiered Nov 16, 2019

#SpokenWord #LeeRisar
Surat Seorang Frater
: untuk mantan
Untuk kamu yang selalu aku kenang
Aku tidak tahu harus mulai dari mana
Menulis surat ini yang mungkin tak pernah kau terima
Aku bahkan tak pandai mengurai kata-kata
Atau merangkainya menjadi puisi
Agar membuat hatimu terbunga-bunga
Aku pikir kau tahu tentang itu
Karena pertama kali aku jatuh cinta padamu
Saat kita masih berseragam putih abu-abu
Aku mendekatimu saat jam istirahat
Dan bilang “maukah kamu jadi pacarku..?”
Aku tahu kau kaget dan malu saat itu
Sambil kedua telapak tangan mungilmu menutup mulut sendiri
Memang waktu itu kamu tidak bilang iya atau tidak
Sampai seminggu kemudian kamu bilang “iya.. ka’..”
Lalu pergi begitu saja dari hadapanku
Awalnya aku bingung karena aku tidak memanggil namamu
Namun tiba-tiba datang dan mengatakan “iya..”
Sampai di rumah baru aku ingat
Bahwa kau baru saja menjawab pertanyaanku minggu lalu
Saat itu baru aku paham bahwa perempuan susah dipahami
Tahun berganti kita masih saling setia
Bertukar kado saat hari valentine dan menikmati senja di dermaga
Aku masih sangat ingat ketika bulan ke enam pacaran
Untuk pertama kali kau sandarkan kepalamu di bahuku
Ketika matahari terbenam perlahan di ujung lautan
Saat itu jantungku berdetak sangat kencang
Kakiku mulai gemetaran tak kuat berdiri tegak
Namun aku pura-pura bertahan tegak dan kaku
Biar kelihatan seperti lelaki perkasa
Kau bercerita tentang sesuatu namun aku lupa semuanya
Terbawa angin darat yang mengembus jauh ke lautan lepas
Kau mencubit lenganku, sakit sekali dan mendorongku
Aku kaget kok kamu tiba-tiba marah
“Kamu kenapa..?” aku bertanya
“Tidak..” jawabmu datar sambil membuang wajah ke kiri
Aku mengajakmu pulang dan kamu berdiam saja
“Saya jengkel dengan kamu..” katamu
“Apa salahku sehingga membuatmu marah..”
Aku pun memegang tanganmu dan kamu diam saja
Itulah saat pertama kali aku membelai rambutmu
Lalu kita saling berpelukan begitu lama
Pelukan yang paling mesra yang pernah aku dapat
Dari seorang gadis yaitu kamu
Entah siapa yang memulai saat itu kita saling menukar kecup
Lalu kembali saling memeluk hingga pulang kita masih mesra
Kita menjadi pasangan yang paling bahagia di sekolah
Beberapa guru mungkin sudah tahu
Apalagi teman-teman kita
Hingga pada suatu hari seorang imam datang ke sekolah
Berbicara tentang panggilan menjadi imam
Aku coba-coba ikut tes bersama beberapa teman lain
Kami sebenarnya hanya ikut ramai biar kelihatan kren
Pernah melamar diri menjadi frater
Kaget sekali ketika menerima surat dari biara
Namaku terpanggil dan telah lolos seleksi
Padahal aku sudah bilang pada imam itu
Kalau aku sudah punya pacar tetapi ingin jadi imam
Dan itu adalah cita-cita masah kecil ketika belum tahu pacaran
Entah mengapa sejak aku menerima surat itu
Pikiranku mau menjadi imam merimbun dalam kepalaku
Kadang aku menyendiri dan curi waktu sore ke gereja
Kalau gereja kosong aku masuk dan berdoa
Bisakah aku menjadi seorang frater
Padahal aku pernah pacaran
Atau bisakah aku menjadi seorang frater
Padahal aku pernah memeluk dan mencium perempuan
Aku masih ingat kau bertanya saat istirahat jam kedua
“Apakah benar kau mau jadi frater..?”
“Ah.. kamu sembarang saja.” Aku membantah
Namun dalam hati sebenarnya iya
Setelah menerima surat kelulusan
Itu adalah hari yang penuh bahagia
Kita merayakan bersama hari terakhir
mengenakan seragam putih abu-abu
Berpelukan penuh tawa dan suka cita
Saat itu aku mengajakmu ke dalam ruangan
Tiba-tiba kau memelukku dan mengecup-ngecup pipiku
Mengekspresikan kebahagiaan dan cinta yang membara
“Saya ingin jadi imam dan saya akan masuk biara jadi frater...”
Aku berbisik lembut di telingamu saat kita masih berpelukan
Seperti disambar petir kau terkejut dan diam
“Jangan bercanda..” katamu
“Saya serius...” jawabku
Kita saling melepas pelukan
Perlahan kau menjatuhkan air mata
Aku tidak tega melihatmu menangis
Dan berusaha menghapus dengan dua ibu jariku
Lalu aku memelukmu erat
Kau masih menangis dan aku ikut menjatuhkan air mata
Aku berusaha menjelaskan semuanya
namun sepertinya kau tak ingin mendengar
Hingga kita pulang dan saling berpisah
Seminggu setelah itu kita bertemu
Kita pun menikmati senja namun dengan suasana berbeda
Aku masih ingat pesanmu waktu itu
“Kak, cukup aku saja wanita yang pernah kau cinta dan sakiti..
Namun aku relah kau menjadi imam..
Tetapi jangan sakiti perempuan lain kak...
Cukup kita punya mantan pastor paroki saja
Yang menghamili perempuan dan meninggalkannya
Kaka jangan.. please kaka... jangan begitu..
Aku merelakanmu untuk Tuhan
Tetapi bukan untuk perempuan lain.
Aku akan selalu mendoakanmu.”
Sampai saat ini aku masih mengingat pesanmu itu
Dan terasa seperti baru kemarin
Terima kasih atas kerelaanmu
Agar aku bisa menapaki jalan panggilan ini
Aku sadar jalan ini tak semulus dari rumah ke pantai
Tetapi seperti mendaki pegunungan
Kadang jalan krikil dan berbatu
Dan kadang ada duri menusuk
Ketika kamu sedang membaca surat ini nantinya
Ketahuilah aku sedang mendoakanmu juga

show more

Share/Embed