Bedhaya Pangkur
Tomioka Michi / 冨岡三智 Tomioka Michi / 冨岡三智
595 subscribers
27,125 views
0

 Published On Aug 2, 2020

Pagelaran Tari Bedhaya Pangkur
Waktu: Kamis, 28 Juni 2007, pk19:30WIB
Tempat:Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) di Surakarta
Jl. Ir.Sutami NO.57 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126
Tiket: Gratis / Terbuka untuk Umum

Program:
1, Gendhing Bonang / Gd.Babar Layar kt.4.kr. minggah 8, Pl.5
---sebagai pembuka acara
2, Tari Bedhaya Pangkur (1jam1/4)
Karya Tari PB IV&VIII Karaton Surakarta Hadiningrat
Nara Sumber : Ibu Sri Sutjiati Djoko Soehardjo (alm)

Produser: Michi Tomioka

Kerjasama:
Taman Budaya Jawa Tengah
API Fellowship (the Nippon Foundation)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (=LIPI)
Institut Seni Indonesia (=ISI) Surakarta

Penari:
Ibu Rusini dosen ISI Surakarta
Ibu Tantin Sri Marwanti staf ISI Surakarta
Ibu Ninik Mulyani Sutrangi dosen ISI Surakarta
Ibu Saryuni Padminingsih dosen ISI Surakarta
Ibu Hadawiyah Endah Utami dosen ISI Surakarta
Ibu Sri Setyoasih dosen ISI Surakarta
Ibu Priyati Umiyatun pengajar SMKN8 Surakarta
Ibu Indah Nuraini dosen ISI Yogyakarta
Michi Tomioka

Pengrawit:
"Marsudi Renaning Manah (Marem)" dari kampung Kemlayan,Surakarta

Konsep Pagelaran Tari oleh Michi Tomioka
Pagelaran Tari ini dilakukan sebagai hasil penelitian oleh Michi Tomioka yang berjudul "Revaluing Javanese Court Dances (Srimpi and Bedhaya) in the Recent Social and Cultural Contexts" (= melihat kembali tari Keraton dalam konteks social dan budaya pada masa kini), atas hibah penelitian API Fellowship dari the Nippon Foundation dengan mitrakerja ISI Surakarta dan sponsor LIPI. Tema penelitian saya sesuai dengan tema besar yang diberikan API Fellowship, yaith; "Changing Identities and Their Social, Historical and
Cultural Contexts"

Tari Srimpi dan Bedhaya baru dikeluarkan dari tembok Keraton pada tahun 1970an, dalam proyek pemerintah PKJT (Pengembangan Kesenian Jawa Tengah), dan mengalami banyak perubahan dan inovasi sejak itu. Perubahan utama adalah (1) pemadatan, yaitu memperpendekkan durasi sajian tari sampai kira-kira 1/4, (2) irama cepat, dan (3) kekompakan dan kelampakan gerak, yaitu usaha menyatukan gerak dari setiap penari sampai detail. Muncul perubahan seperti ini tidak dipisahkan dari perubahan sosial dan budaya di Indonesia pada 1970an, ketika irama hidup mulai pesat dan konsep seni modern Barat dimasukkan.

Namun demikian, saya ingin melihat kembali koreofrafi tari Keraton yang sebelum tahun 1970an, dan saya mengutamakan bahwa setiap penari menghayati wiletan masing-masing dengan tafsiran gerak sendiri-sendiri. Maka dari itu, gerakan setiap penari memang tidak begitu lampak dan rapi seperti sajian tari masa kini. Kita tidak menyatukan gerak dengan hitungan, tetapi dengan rasa irama.

Selain itu, saya mencoba latihan bedhaya ini di tengah masyarakat / di luar tembok Keraton, Penari, pengrawit dan pengeprak untuk malam ini tidak dari Keraton. Banyak penari adalah murid nara sumber untuk malam ini dan / atau aktif menari dalam proyek PKJT. Pengrawit terdiri dari bapak-bapak seniman alam di kampung Kemlayan, dan beberapa dosen dan mahasiswa ISI Surakarta.

Nara sumber: Ibu Sri Sutjiati Djoko Soehardjo (alm) adalah mantan pengajar di SMKI Surakarta dan memasukkan materi Bedhaya Pangkur ke dalam kurikulm SMKI Surakarta. Di SMKI Surakarta materi ini telah diajarkan tanpa pemadatan seperti sajian malam ini, tetapi sudah dipadatkan oleh beliau sendiri.

Semoga pagelaran tari ini bermanfaat sebagai salah satu referensi tari gaya Surakarta.

show more

Share/Embed