Pada awal ekspansi Belanda yang dimulai pada tahun 1873, Belanda memperkirakan Aceh akan dengan mudah dikuasai. Faktanya, Belanda kalang kabut menghadapi perang gerilya yang dilancarkan para pejuang Aceh. Ketika pos-pos penjagaan Belanda mendapat serangan mendadak dari pejuang Aceh, pasukan Belanda tidak berani mengejar karena tidak terlatih untuk berteempur di kawasan hutan dan pegunungan.

Belanda kemudian membentuk pasukan marsose sebagai pasukan infanteri kontra gerilya. Setelah dibentuknya pasukan marsose babak baru dalam sejarah perang Aceh pun dimulai. Periode banjir darah dikarenakan politik tangan besi yang dijalankan Gubernur wilayah Aceh Van Heutz serta eksistensi pasukan marsose.