Sekilas Membahas Masyarakat Adat bersama Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bangkep.
Ikbal Sipatu Ikbal Sipatu
703 subscribers
127 views
0

 Published On Apr 5, 2021

AMAN dideklarasikan berdasarkan bangunan sejarah pergerakan Masyarakat Adat yang panjang di Indonesia. Sejak pertengahan tahun 1980-an telah muncul kesadaran baru di kalangan organisasi non pemerintah (ORNOP) dan para ilmuwan sosial tentang dampak negatif pembangunan yang sangat luas terhadap berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Masyarakat Adat adalah salah satu kelompok utama dan terbesar jumlahnya yang paling banyak dirugikan oleh (dan menjadi korban) politik pembangunan selama tiga dasawarsa terakhir ini. Penindasan terhadap Masyarakat Adat ini terjadi baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun di bidang sosial dan budaya lainnya.
 
Sejak pertengahan tahun 1980-an perlawanan Masyarakat Adat terhadap berbagai kebijakan pemerintah mulai bermunculan secara sporadis. Situasi ini menggugah keprihatinan banyak aktivis gerakan sosial dan akademisi atas kondisi yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di berbagai kampung di tanah air sejak tahun 1990-an. Akhirnya pada tahun 1993 di Toraja-Sulawesi Selatan disepakati pembentukan sebuah wadah yang diberi nama Jaringan Pembela Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang dipelopori para tokoh adat, akademisi, pendamping hukum dan aktivis gerakan sosial. Kehadiran JAPHAMA juga sebagai tanggapan atas menguatnya gerakan perjuangan Masyarakat Adat di tingkat global.
 
Dalam pertemuan JAPHAMA tersebut, juga dibicarakan dan disepakati mengenai istilah Indigenous Peoples dalam konteks Indonesia sebagai “Masyarakat Adat”. Penggunaan istilah tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap istilah yang dilekatkan kepada Masyarakat Adat yang melecehkan, seperti suku terasing, masyarakat perambah hutan, peladang liar, masyarakat primitive, penghambat pembangunan, dan sebagainya yang melanggar hak konstitusional Masyarakat Adat sebagai manusia bermartabat, untuk diperlakukan layaknya warga negara Indonesia. Melalui JAPHAMA, tokoh-tokoh adat dan berbagai elemen lainnya melakukan konsolidasi atas gagasan mengenai Masyarakat Adat dan identifikasi cita-cita bersama. Para pemimpin/ tokoh-tokoh adat pun kemudian mendapatkan dukungan dari berbagai aktivis dan ORNOP dengan berbagai latar belakang yakni lingkungan hidup, anti globalisasi, pembaruan agraria, pendamping hukum, aktivis kebudayaan dan lain-lain untuk bersama-sama mewujudkan terlaksananya Kongres Masyarakat Adat ketika terjadinya momentum reformasi.
 
Pada tanggal 17-22 Maret 1999, untuk pertama kalinya, dilaksanakanlah Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN – selanjutnya disebut KMAN I) di Hotel Indonesia di Jakarta. KMAN I dihadiri oleh lebih dari 400 pemimpin dan pejuang Masyarakat Adat dari seluruh penjuru Nusantara baik perempuan maupun laki-laki. Berbagai permasalahan yang mengancam eksistensi Masyarakat Adat dari berbagai aspek seperti pelanggaran Hak Azasi Manusia; perampasan tanah, wilayah dan sumber daya; pelecehan adat dan budaya; maupun kebijakan pembangunan yang dengan sengaja meminggirkan Masyarakat Adat didiskusikan. KMAN I juga membahas dan menyepakati visi, misi, azas, garis-garis besar perjuangan dan program kerja Masyarakat Adat. KMAN I menghasilkan Pandangan Dasar Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999 tentang “Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara” yang dengan keras menegaskan bahwa Masyarakat Adat telah lebih dulu ada sebelum adanya negara, oleh sebab itu “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, maka Kamipun Tidak akan Mengakui Negara.” KMAN I juga menetapkan definisi kerja bagi Komunitas Masyarakat Adat sebagai “Komunitas-Komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”. KMAN I pun telah memberikan landasan kesetaraan gender dalam gerakan Masyarakat Adat.
 
Selanjutnya, KMAN I menetapkan terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai wadah perjuangan Masyarakat Adat. Sejak saat itu, tanggal 17 Maret pun diperingati sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan sekaligus Ulang Tahun AMAN. KMAN I telah menjadi momentum konsolidasi bagi gerakan Masyarakat Adat di Indonesia untuk menegakkan hak-hak adatnya dan memposisikan dirinya sebagai komponen utama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Pada periode awal pembentukannya 1999-2003, Dewan AMAN merupakan badan pengambil keputusan tertinggi organisasi di bawah KMAN. Dewan AMAN berjumlah 54 orang yang mewakili 27 propinsi, masing-masing 1 laki-laki dan 1 perempuan. Dewan AMAN kemudian memilih dan menetapkan 3 orang di antara mereka sebagai Koordinator Dewan AMAN, yang mewakili Indonesia bagian barat, tengah dan timur.

show more

Share/Embed