BA'ATOR RITUAL MINAHASA DI WATU PINAWETENGAN
Folks Of Dayak Folks Of Dayak
1.08K subscribers
26,944 views
0

 Published On Apr 17, 2021

Mimin share ekspedisi di tanah Sulawesi Utara. Ini adalah situs bersejarah bagi Suku Minahasa. Sejarah nenek moyang mereka sejak jaman megalithic terpatri pada batu ini. Batu ini ditemukan pada tanggal 19 Juli tahun 1888.

Tempat inilah terjadi pembagian sembilan sub etnis Minahasa yang meliputi suku Tontembuan, Tombulu, Tonsea, Tolowur, Tonsawang, Pasan, Ponosakan, Bantik dan Siao.

Menurut legenda, keturunan Toar Lumi'muut telah berkembang biak di suatu daerah yang bernama Tuur Intana (ada yang menganggap ini didaerah Mongol). Karena terjadinya suatu bencana alam yang beruntun, maka mereka memutuskan untuk meninggalkan Tuur Intana ini. Atas petunjuk Manguni (burung hantu sakral), mereka harus pergi berlawanan arah matahari ke arah timur, lalu berbelok ke utara ke arah Semeseput. Setelah berbagai rintangan tibalah mereka di sebuah bukit yang dinamakan tonderekun disana terlihat pemandangan yang indah dan tanah yang subur sesuai petunjuk Manguni-Makasiow.
Disalah satu sisi terdapat gunung Soputan (Semeseput). Segera para kumetar, pemimpin mapalus membangun pemukiman ditempat yang baru, yang dinamai Ranolesi (diantara Desa Tumaratas dan Tou'ure).

Kemudian para Walian mempersiapkan ritual dengan mendirikan mezbah kurban yang disebut Tumotowa, berupa batu besar yang memanjang dari barat hingga ke timur. Tiba-tiba diatas batu ini bertenggerlah seekor burung Manguni sedangkan pada batu batu disekitarnya terdapat banyak ular hitam. Maka batu besar ini dinamakan Tumotowa Wangko (Mezbah Agung). Ritual dipimpin oleh seorang Imam Besar yang disebut Tonaas Wangko. Mereka mengorbankan banyak hewan kurban pada batu ini. Disinilah dicetuskan "Nuwa I' Tuwa" amanat yang dikenal sebagai Watu Pinawetengan: "Bahwa tanah ini adalah tanah milik kita bersama sesuai petunjuk Manguni. Bagi-bagikanlah tanah ini, rambahilah tapal-tapal batas baru, wahai pekerja! Kuasai dan pertahankanlah wilayah, wahai Kesatria! Agar keturunan kita dapat hidup dan memberikan hidup! Akad se tu'us tumou se tumowtou. Kemudian disinilah dibagikan wilayah kesembilan suku Minahasa. Dan diwaktu inilah suku-suku Minahasa akan berkumpul untuk musyawarah dan menyelesaikan suatu perkara.

Pas ku ke watu ini, mimin beruntung sekali sedang ada dilakukan ritual Walian oleh seorang Tonaas bernama Pak Jecky Repi. Jika orang Dayak mengenal ritual Wadian atau Balian maka orang Minahasa juga mengenal ritual ini yang memiliki kesamaan nama yaitu Walian. Semenjak masuknya agama Kristen ritual ini semakin terjepit dan tersingkirkan. Saat ini tidak ada lagi penganut kepercayaan nenek moyang Minahasa walau prakteknya masih ada apalagi semenjam mulai mencuatnya politik identitas, maka semakin banyak yang mulai menggali budaya asli minahasa ini. Dalam ritual walian ini terlihat adanya fusion dengan Kekristenan, dimana ada doa, pembacaan Alkitab dan nasehat dari Toar atau roh leluhur yang mengingatkan bahwa kuasa Tuhan jauh lebih besar. Aku melihat nasehat-nasehat yang diberikan oleh Toar ini adalah baik, yaitu mengingat Tuhan, hidup rukun dan mau anak cucunya bahagia.

Pada saat ritual sang walian atau Tonaas ini akan dirasuki oleh roh nenek moyang. Menariknya saat berada disana, saya mulai melihat dan merasakan tanda tanda "sahabat" Tonaas Jack Repi ini datang. Bahkan Toar atau roh leluhur Minahasa ini tahu bahwa saya datang dari jauh dari pulau seberang. Bagi sebagian orang ritual ini mungkin bertentangan dengan iman keyakinannya. Tetapi yang namanya keyakinan tentu saja tidak dapat kita paksakan. Sebab budaya ini sudah ada jauh sebelum agama-agama Semawi datang.

Dalam ekspedisi ini juga mimin berkesempatan melihat pusaka Minahasa. Beberapa pusaka ini digunakan dalam proses pengobatan dan juga penjaga diri dimana beberapa juga dikenal dalam budaya Dayak. Boleh percaya atau tidak.
Kayu berbentuk tangan itu digunakan untuk melindungi rumah dari niat niat jahat orang. Juga digunakan oleh Tonaas Jecky untuk mencabut santet atau penyakit (jika buat orang Dayak ini disebut mangumul), saat mengobati orang disini Tonaas Jecky menarik tulang ikan dari perut pasien dan terlihat bekas lubang di perut pasien ini. Bahkan pada saat proses penarikan perut pasien bersuara.

Disamping itu ada batu batuan berbentuk bawang, kunyit, jahe, jantung, hati dll yang digunakan beliau untuk mengobati (ini juga kita bisa temukan dalam prosesi pengobatan Dayak). Menurut kisak Tonaas Jecky, beliau baru saja mengobati seorang ibu yang sudah berobat kesana kemari bahkan ke Singapura tapi tidak kunjung sembuh. Namun menggunakan media batu mustika ini sang ibu dalam waktu beberapa hari dapat sembuh.

show more

Share/Embed