NGIAU. SPEED YANG DIBUTUHKAN SUTARDJI CALZOUM BACHRI? | KASUS PELAGUAN PUISI DENGAN AI
MATAJOGJA MATAJOGJA
19.7K subscribers
84 views
4

 Published On Jul 3, 2024

#lagupuisi #soetarjipenyair #alternatifmusik

PELAGUAN PUISI | Untuk menghangatkan hati, coba nikmati video-clip ‘Ngiau’ dari puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Saya buat berkolaborasi dengan aplikasi AI untuk musik.

Pada jaman dulu kala, jaman masih SMP, saya menonton pembacaan puisi Sutardji Calzoum Bachri, di Stadion Kridosono, Yogya. Saya lupa tahun berapa, tapi saya ingat betapa tak mudahnya membaca puisi. Membaca di panggung maupun maknanya. Bahkan untuk penyairnya sendiri.

Puisi-puisi Sutardji, bagi saya aneh waktu itu. Sekarang juga. Ketika mencoba tahu apa yang dimauinya, dengan menyusunan typografi yang waktu itu tak lazim. Sekarang juga masih.

Seperti puisi ‘Ngiau’ yang ditulis tanpa paragraf, rata kiri-kanan, kayak kalau saya iseng nulis opini grenengan di pesbuk. Menulis kreatif sih, bebas. Mau jumpalitan kayak apa. Biar guru bahasa dan guru mengarang yang jungkir-balik berteori.

Puisi Ngiau dalam kumpulan O, ditulis antara 1966-1973. Saya masih SD waktu itu, dan belum pernah membacanya. Tapi, belum lama lalu, berkenalan dengan Suno, saya rasa mesin musik itu bisa memanjakan imajinasi saya, bagaimana puisi Sutardji jika dibacakan dalam speed yang tak terbayangkan oleh penyairnya sekalipun.

AI tentu saja 'hanya' membantu pelaksanaan teknis. Konsep berupa arransemen, komposisi, colour, harmoni, soul, tetap saja manusia yang merancang. Dan itu kerja kreativitas. Perkara penyairnya suka atau tidak, sebagaimana Anda, bagi saya enak juga ngabisin waktu main-main dengan yang disebut kecerdasan buatan itu.

Saya sih menyebut AI lebih sebagai pemesinan data diotak yang dipindah ke sebuah device, atau dikomputerisasi, sebab kalau disimpan di otak, otaknya gampang karatan. Karena pengaaman hidup manusia tetap lebih penting. | ‪@SUNARDIANWIRODONO‬

NGIAU
Sutardji Calzoum Bachri

Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku mengapa panjang. Seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergigitan. Yang mana kucing yang mana tikusnya? Ngaiu! Ah gang yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku tahu jentera aku menanamkan gigi-gigi sepi mereka aku ragu menetapkan yang mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang mana surga. | Dari kumpulan sajak ‘O, Amuk, Kapak’, Sinar Harapan, jakarta, 1981.


Informasi lebih lanjut, bisa dilihat pada website: http://sunardianwirodono.com

show more

Share/Embed